Negara Baik Interpretasi dari Moral yang Terbentuk
Dalam
surat Al-Waqi’ah[56]:68-70, Allah swt mengingatkan kita untuk senantiasa selalu
bersyukur dengan segala macam nikmat dan rahmat yang telah diberikan kepada
kita semua, sebagaimana nikmat yang tiada ternilai dan tiada pula yang dapat
menyetarakan kedahsyatannya, tumbuhan, hewan dan bahkan manusia tak kan dapat bertahan hidup hingga saat ini.
Tanpa nikmat tersebut tak lain salah satunya ialah air.
Air
yang selalu membawa berbagai macam manfaat yang diberikan terhadap lingkungan
sekitar, seperti tumbuhan dan tanaman yang terus berkembang dengan batang yang
tumbuh menjulang tinggi dan daun-daun yang semakin menghijau setiap hari, hewan
yang terus berkembang biak dan tumbuh besar. Hal ini perlu di ketahui, dari
manakah air yang engkau minum? Buatanmu sendiri atau pemberian Allah swt?
Tidakkah engkau membayangkan. Bila saat ini, dunia menjadi gersang, tanah mengering,
tumbuhan melayu perlahan menggugurkan daun-daunnya dan banyak hewan laut juga
mati, karena tidak ada air? Bagaimana kalau Allah mengubah rasa tawar ke asin? Apakah
kita masih memungkiri bahwa Dialah Allah swt yang Maha Esa.
Langit
yang membentang luas di angkasa, bintang yang selalu memancarkan sinarnya, dan
juga bulan yang slalu setia membiaskan cahayanya pada dunia. Hingga sampai saat
ini, kita dapat melakukan berbagai macam bentuk aktivitas yang kita inginkan,
tanpa kita harus membalasnya dengan apapun. Sebagaimana firman Allah swt dalam
al-Qur’an Surat As- Sajadah ayat 4: “ Allah yang menciptakan langit dan bumi
dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam hari, kemudian dia bersemayam
diatas ‘Arsy, Tidak ada bagi kamu selain-Nya seorang penolong pun dan tidak
pula seorang pemberi syafaat. Maka apakah kamu tidak memperhatikannya?”
Bahwa tidak ada seorang pun yang dapat
melebihi kemampuan-Nya, bahkan kemampuan manusia pun terbatas karena Dialah
yang Maha Tunggal (Maha Esa). Tidakkah kita tahu atas kuasa-Nya lah terbentuk
suatu kehidupan di dunia.
Sebagai manusia sudah semestinya kita
memiliki iman yang kuat, teguh dan kokoh. Bahwa Allah swt Dialah yang Maha Esa,
atas kehendak-Nya lah kita hidup dan atas kehendak-Nya pula kita mati. Iman yang kuat, teguh dan kokoh merupakan
landasan utama dan paling utama guna memperbaiki kehidupan bangsa dan negara
karna dengan iman yang kuat, teguh dan kokoh menjadi suatu benteng setiap
perilaku atu perbuatan yang kita lakukan. Sehingga terhindar dari segala macam
bentuk perilaku atau perbuatan yang buruk.
Segala macam bentuk perilaku atau perbuatan
terbentuk karena obyek yang di lihat maupun yang di dengar, hingga hati nurani atu
hawa nafsu yang mampu menyerap segala macam perwujudan yang dilhat ataupun di
dengar. Akhirnya, hal ini ditarik oleh fikiran dan di implementasikan dalam
bentuk perilaku atau perbuatan. Dimana perilaku atau perbuatan tersebut akan
menghasilkan perilaku atau perbuatan yang buruk. Jika apa yang dilihat dan
didengar berlandaskan hawa nafsu. Dan sebaliknya akan menjadi perilaku dan
perbuatan baik. Jika apa yang dilihat dan didengar berlandaskan hati nurani.
Sebab hawa nafsu yang menjadi bumerang hati
atau Qolbu setiap manusia, Hingga dapat menyalurkan pada niat yang buruk dan berdampak
pada perilaku atau perbuatan yang buruk pula.
Maraknya kasus narkotika, yang mana bukan
menjadi suatu problema yang biasa lagi.
Namun saat ini, narkotika kerap telah menyebar luas pada masyarakat Indonesia.
Terlebih pada kalangan remaja, bahkan sampai menggunakannya. Hingga, dampak
buruk dan kerugian pun terjadi pada setiap individu yang menggunakan narkoba.
Seperti halnya, sering melamun, tidak bergairah untuk hidup, lemas dan lain
sebagainya. Hal ini lah yang akhirnya akan merusak generasi-generasi muda
penerus bangsa dan negara. Bila saja, hal ini terus berkelanjutan. Maka yang
ada, hanya kerusakan pada bangsa dan negara itu sendiri karena masa depan
bangsa dan negara terletak pada generasi-generasi muda yang menjungjung tinggi
iman yang kuat, teguh dan kokoh kepada Allah SWT.
Sebagaimana
Sila I yang berbunyi ‘ Ketuhanan yang Maha Esa, merupakan landasan utama dan
paling utama guna mewujudkan kehidupan bangsa dan negara yang sejahtera,
tentram dan damai. Makna sila I sudah semestinya menjadi tanggung jawab negara
dan birokrasi untuk menjamin seluruh
warga negaranya, dalam bentuk beribadah dan memeluk agama sesuai kepercayaannya
masing-masing. Jika, negara tidak menjamin hal ini. Maka kontradiksi antara agama
satu dengan lainnya pun terjadi dan hal ini yang akan mengakibatkan perpecahan
bangsa dan negara .
“ Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu
menjadi orang- orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi
saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan .” (QS. Al- Maidah: 8).
Firman
Allah swt di atas mengingatkan kita untuk tetap bertoleransi dengan harapan
untuk tetap bertoleran antara agama satu dengan lainnya. Dalam artian
bertoleran disini, bukanlah mencampuradukkan keimanan dan ritual Islam dengan
agama non Islam. Tapi menghargai keberadaan orang lain. Adapun macam hal yang
tidak signifikan dengan maksud bertoleran. Misalnya, bila kaum Nasrani natalan,
kita pun mengikutinya. Semestinya kita menghargai hari natal Nasrani tersebut,
tanpa kita mengikuti dan merayakan karena sikap ini merupakan pengkhianatan
terhadap keimanan dan ritual agama kita sendiri.
Bertoleran
merupakan salah satu bentuk untuk menumbuhkan kerukunan hidup berbangsa.
Sehingga hidup penuh dengan kedamaian, kesejukan, tentram nan sejahtera. Adapun
3 model kerukunan hidup itu sendiri dapat terbentuk, melalui seagama, beragama,
beragama dan pemerintah. Hal ini menjadi esensi untuk mempererat kesatuan
bangsa, seperti memperkuat kerukunan hidup beragama.
sifat
kebencian merupakan salah satu sifat buruk yang menjadikan setiap pribadi
seseorang tersebut timbul sifat iri, dengki, dendam antara sesama. Sifat
Kebencian sangatlah di benci Allah swt karna Allah swt telah memerintahkan kita
semua untuk senantiasi saling menyayangi antara satu sama lain. Sesungguhnya
kita bersaudara.
Bj.
Habibie menyampaikan dalam pidatonya bahwa kunci hidup itu adalah cinta, yaitu
cinta terhadap sesama manusia, cinta terhadap karya sesama dan lawan, cinta
terhadap lingkungan sekitar, dan semua itu kita bingkai dengan cinta kepada
tuhan yang Maha Esa. Sehingga tidak akan ada lagi pada diri kita keinginan
untuk melakukan perbuatan buruk terhadap apa yang kita lakukan berdasarkan rasa
cinta. Sebab suatu hal kecil akan menjadi besar atau berarti jika dilakukan
dengan penuh cinta.
Jiwa
manusia akan senantiasa selalu terjaga oleh iman yang kuat dan kokoh serta hati
yang suci. Jika, kita melakukan perbuatan apapun semata karena Allah. Maka hasutan syaitan yang menimbulkan hawa
nafsu enggan menghampiri jiwa dan menggoyahkan hati. Bahkan fikiran pun tetap
bersih dan jernih.
Penanaman nilai-nilai sila I menjadi suatu
keharusan setiap pribadi manusia sejak dini. Hingga nantinya akan terwujud
pemimpin bangsa dan negara yang cerdas, jujur serta berpegang teguh pada
syari’at- syari’at islam. Selain itu, demi mewujudkan dan membentuk
generasi-generasi muda penerus bangsa dan negara.
Sila
I yang berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa” menjadi landasan utama tiap individu
sebagai dasar penopang diri tuk tetap kokoh dan kuat iman dalam menghadapi perkembangan
zaman yang begitu pesat dan tekhnologi yang semakin canggih. Banyak pendidikan
politik saat ini yang disalah gunakan. Politik digunakan hanya untuk
kepentingan kelompok bahkan kepentingan pribadi. Misalnya, kasus korupsi. Hingga
hal tersebut berdampak pada banyak kalangan masyarakat, seperti rakyat kota,
rakyat pedesaan bahkan rakyat kecil (tidak mampu) yang dirugikan di luar sana.
Banyak
masyarakat tak berdosa, tak bersalah meneteskan air mata kesedihan. Sebab tak
lain hanya karena dana yang tak digunakan dengan adil. Dan digunakan untuk bersenang ria atau dalam
artian kepentingan pribadi. Lantas dampak yang ditimbulkan banyak masyarakat jatuh
kelaparan, pengangguran sebab minimnya lowongan kerja, dan proses
belajar-mengajar yang tidak kondusif sebab pembangunan infrastruktur yang tak
berkelanjutan. Bahkan banyak pemuda penerus bangsa putus sekolah.
Pentingnya meyakini dan memahami tiap individu
pada sila I yang berbunyi ‘ Ketuhanan yang Maha Esa’ karena hal ini berpengaruh pada perilaku dan
perbuatan diri sendiri dan pada sekitar, yaitu masyarakat. Seperti halnya
membuang sampah tidak pada tempatnya. Perbuatan tersebut dapat dilakukan oleh
diri seseorang sebab tidak meyaikini bahwa kebersihan adalah sebagian dari
iman. Hingga perbuatan tersubt berdampk pula pada lingkungan sekitar, yaitu
lingkungan kotor.bahakn dapat menyebabkan banjir.
Sebagaiman
Firman Allah dalam (QS. Al. Mudatstsir [74] : 38-47) dijelasakan bahwa Allah swt
berharap untuk slalu mengerjakan hal-hal
kebaikan, apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?, lalu
mereka menjawab: kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan
shalat. Sungguh Allah yang Maha melihat
atas segala apa yang diperbuat oleh manusia di muka bumi ini.
Bila
manusia tidak menjiwai apa makna dari sila I yaitu ‘Ketuhanan yang Maha Esa’ ,
Maka kepercayaan dan keyakinan akan terkikis oleh perkembangan zaman yang
semakin pesat. Sehingga, macam-macam problema melanda bangsa dan negara,
seperti pertikaian, penghinaan, mencaci-maki, intoleran seperti terjadi saat
ini. Maka, keteguhan iman dengan ajaran-ajaran agama islam, yaitu Al-Qur’an dan
Hadist serta berlandaskan pancasila menjadi suatu perisai untuk bertahan kokoh
dan tidak tergerus dalam macam-macam bentuk perkataan kotor tersebut.
Sebagaimana dijelaskan ‘Tidak lah dia
mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat (segala perbuatannya) ? (QS: Al-
Alaq: 14). Oleh karena itu, keyakinan atau kepercayaan kepada Tuhan yang Maha
Esa menjaga setiap kemurnian, hingga menginterpretasi kebahagian yang sejati
lahir dan batin, hasil dari pada ini bangsa dan negara terjaga, aman dan
sentosa, jika tidak tercampuri oleh hal yang mengotori keyakinan atau
kepercayaan (perbuatan dosa).
“
Mereka yang beriman dan tidak mencampuri (mengotori) iman mereka dengan
kejahatan, maka bagi merekalah rasa aman, sentosa dan mereka adalah orang-orang
yang mendapat hidayah” (QS. Al-An’am/6: 82).
Bagaimana
mungkin seseorang beriman namun mencampuri atau mengotori imannya itu dengan
kejahatan? Bagaimana mungkin seseorang beriman kepada Allah namun melakukan
sesuatu yang tidak memperoleh perkenan atau ridha-Nya? Tentu bisa saja, karena
iman itu sendiri dinamis, artinya dapat berkembang dan menyusut, bertambah atau
berkurang, naik atau turun, menguat bahkan melemah.
Untuk
itu, kita harus menumbuhkan keyakinan atau kepercayaan (iman) itu dalam diri
kita sedemikian rupa, dari tingkat sederhana, kemudian berkembang dan terus
berkembang menuju kesempurnaan karena iman menuntut perjuangan yang
terus-menerus tanpa henti.
Pendidikan politik saat ini telah banyak di
salahgunakan untuk tujuan tertentu. Sebab jabatan, wewenang dan kekuasaan
sebagai lebelitas semata. Merasa yang memiliki kekuasaan, hakekatnya yang
memiliki kekuasaan hanya Allah swt. “ ….Allah mengangkat mereka yang beriman di
antara kamu mereka yang diberi karunia ilmu pengetahuan ke berbagai tingkat
(derajat”, dalam bentuk jamak)” (QS. Al-Mujadalah/58:11).
Tenaga
pendidik dan kurikulum sekolah menjadi wadah, awal perubahan dan pembentukan
moral generasi muda bangsa dan negara, dalam penerapan sila I, yaitu ‘
Ketuhanan yang Maha Esa’. Hingga dapat terbentuk moral yang luhur pada generasi muda penerus bangsa dan negara.
Kepercayaan yang menyatu dalam jiwa disertai dalam
hati nurani, diimplementasikan melalui tindakan atau perbuatan. Serta hubungan yang
selalu terjaga dengan mendekatkan diri kita dengan Allah swt (hablum minaallah),
maka ikatan antara manusia pun terjaga (hablum minannas). Hingga tatanan bangsa dan negara akan selalu terjaga
jua. Walau dengan berbagai macam porak-poranda peradaban dunia saat ini.
Hingga,
hal ini menjadi dampak amat besar bagi masyarakat, terciptalah kehidupan yang
penuh dengan ketentraman, kesejukan, bahkan kesejahteraan. Bangsa dan negara
pun menjadi bangsa dan negara yang baik
dengan keberkahan oleh Allah swt. ‘ Baldatun toibatun wa rabun ghofur’ ( The
Bestiest of Country and The Blessing of God ).
Jadi,
badan Legislatif, Eksekutif, Yudikatif menjadi pokok unsur-unsur terpenting
dalam mempercayai sila I, yang berbunyi ‘ Ketuhanan yang Maha esa’ , kemudian
masyarakat sebagai landasan utama untuk perbaikan kehidupan. Hingga moral dan
martabat bangsa dan negara terselamatkan. Hidup dengan kesejukan, ketentraman,
kesejahteraan dan keberkahan oleh Allah swt.
Comments
Post a Comment