Pahlawan Zaman Now Untuk Negeri

jIka dulu para pahlawan berjuang, berkorban waktu dan tenaga. Bahkan, rela mati untuk bangsa dan negara demi melawan jajahan kolonial belanda yang perlahan menumpahkan banyak darah, seperti Cultur Stelsel atau yang kerap kita ketahui dengan sebutan sistem tanam paksa yang mengharuskan warga petani jawa memberikan hasil panen seperlima kepada Belanda. Selain, pemaksaan penanaman dan kerja rodi, pajak tanah Raffles juga masih berlaku. Sistem Tanam Paksa yang menghasilkan kesuksesan keuangan. Antara tahun 1832 dan 1852, sekitar 19% dari total pendapatan pemerintah Belanda berasal dari kolonial Jawa. Antara tahun 1860 dan 1866, angka ini bertambah menjadi 33%.

Tak hanya itu mereka segera mengalami kesengsaraan di bawah penjajahan Jepang: kekurangan makanan, pakaian dan obat beserta kerja paksa di bawah kondisi yang menyiksa.  Kurangnya makanan terutama disebabkan oleh administrasi yang tidak kompeten, dan ini mengubah Jawa menjadi sebuah pulau penuh kelaparan. Orang-orang Indonesia bekerja sebagai buruh paksa (disebut romusha) ditempatkan untuk bekerja dalam proyek-proyek yang padat karya di Jawa.

Namun, para pahlawan masa kini, ia pahlawan yang berani berjuang, mengorbankan waktu dan tenaga dan rela mati untuk bangsa dan negara melawan moral negatif yang menjadi budaya dan perlahan membentuk moral, dan karakter anak muda, generasi muda, dan birokrasi masa kini. Hingga menggerogoti generasi muda dan meraup habis jalannya sistem bangsa dan negara.

Jiwa juang membangun negeri melalui moral generasi muda masa kini kian terjerat habis sebab canggihnya tekhnologi. Kini menjadi virus mematikan bagi diri sendiri dan negeri, seperti media sosial  masa kini menjadi ajang berlomba memposting hubungan mesra dengan sang kekasih, gaya hidup generasi muda masa kini telah tergerus dalam mode modernisasi ala barat.

Bahkan terperangkap dalam pergaulan bebas yang berujung pengonsumsi narkoba. Narkoba yang berhasil masuk di Indonesia dan beredar luas. Bahkan, Indonesia menjadi produsen terbesar narkoba yang berdampak besar dan mengakibatkan ribuan jiwa melayang setiap tahunnya dan menurunnya pembangunan ekonomi negara. Problema ini banyak tak disadari masyarakat telah menjajah negeri.  Dengan masih banyaknya masyarakat yang mengacuhkan bahaya narkoba pada diri sendiri dan semakin berkembangnya pengonsumsi narkoba.

Berdasarkan Laporan Akhir Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba tahun anggaran 2014, jumlah penyalahgunaan narkoba diperkirakan ada sebanyak 3,8 juta sampai 4,1 juta orang yang pernah memakai narkoba dalam setahun terakhir (current users) pada kelompok usia 10-59 tahun di tahun 2014 di Indonesia. Jadi, ada sekitar 1 dari 44 sampai 48 orang berusia 10-59 tahun masih atau pernah pakai narkoba pada tahun 2014. Angka tersebut terus meningkat dengan merujuk hasil penelitian yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan Puslitkes UI dan diperkirakan pengguna narkoba jumlah pengguna narkoba mencapai 5,8 juta jiwa pada tahun 2015.

Tak cukup disitu saja, jiwa yang semestinya ditumpahkan demi kemaslahatan bersama kini beralih menjadi kepentingan pribadi. Hingga berujung mematikan bangsa sendiri. Virus korupsi tak asing lagi bagi negeri ini. Tanpa sadar membentuk moral negatif, seperti ketidak jujuran yang perlahan merusak diri sendiri pada khususnya dan tanpa sadar membius mati sistem negeri ini, seperti masyarakat terlunta-lunta sebab dana yang tidak diberlakukan dengan adil dan sama rata yang perlahan merusak harum nama bangsa yang menjungjung tinggi kesejahteraan pada umumnya.

Generasi muda dan pemuda tonggak daripada negeri. Bukan robot atau boneka yang diminta mengikuti begitu dan begini. Banyak guru masa kini hanya menjejalkan pendidikan dan pengajaran. Tak memikirkan bagaimana membentuk karakter generasi muda dan pemuda melalui pendidikan dan pengajaran. Teori yang terus selalu ditumbuh kembangkan dengan melupakan praktik yang berkelanjutan dan ditanamkan.

Elemen-elemen negeri, seperti generasi muda, pemuda, aparat keamanan negara dan birokrasi saat ini sangatlah dibutuhkan. Menjadi pahlawan-pahlawan negeri yang terus menanamkan nilai-nilai juang berani, rela berkorban waktu dan tenaga dan rela mati pada diri. Menjadikan keutuhan Indonesia harga mati.

Aparat keamanan negara haruslah menguatkan dan menyatukan barisan dengan serta menanamkan jiwa pahlawan dengan nilai juang, berani, dan rela mati dengan selalu berpegang teguh pada prinsip sebagai keamanan negara. Dalam bentuk upaya meminimalis bentuk penyelundupan dan peredaran narkoba pada negeri ini, yang tak hanya mematikan nyawa diri sendiri tanpa juga mematikan negeri. Tapi, elemen keluarga juga dibutuhkan dalam hal ini. Keluarga harus menjaga dan memperhatikan pergaulan yang ada. Sebab, keluarga merupakan aparat keamanan utama bagi anaknya dan asisten bagi keamanan negeri setelah aparat keamanan negara.

Negara tak akan pernah lepas dengan sistem yang ada didalamnya. Sistem yang mensejahterakan warga negaranya bukan menjajah warga negaranya. Sebab, sistem terbentuk untuk perubahan dan perkembangan yang berkelanjutan serta mensejahterakan. Namun, jika sistem didalamnya telah terkontaminasi oleh kepentingan pribadi yang berujung korupsi. Negeri yang ada akan mati sebab dirinya sendiri. Eleman pemuda lah menjadi harapan bangsa dengan bentuk terus peka dan kritis dengan lingkungan yang ada membuat terobosan baru, mencari solusi. Namun, aparat keamanan negara menjadi pedang utama menumpaskan korupsi di negeri ini yang kian merajalela dengan keamanan terus dijaga serta hukum yang terus diperjuangkan dan ditegakkan.

Namun, pendidikan karakter tak kalah pentingnya dalam membangun bangsa dan negara. Sebab nafas dan denyut nadi negeri ada pada generasi muda dan pemuda di dalamnya. Pendidikan dan pengajaran bukan dengan teori yang dijejalkan hingga menjadi robot dan boneka yang ada. Namun, pendidikan dan pengajaran dipahamkan dan dipraktikkan dalam hal nyata. Hingga terus menumbuh kembangkan daya fikir dan kreatifitasan. 

Comments

Popular posts from this blog

SANDIWARA bersama MIMPI

Deforestasi dan Keanekaragaman Hayati di Indonesia